Selasa, 14 Agustus 2018

Kisah Santri Maling, Kesaksian Profesor Mahfudz MD di acara ILC

KISAH SANTRI MALING
Oleh: Arip Imawan
ILC tadi malam mungkin membuka mata publik tentang adanya intrik politik dan PHP tingkat tinggi ketika Prof Mahfud MD blak-blakan yang membuat dirinya tertolak jadi Cawapres Jokowi dan kesan seolah romo KH Ma'ruf Amin berambisi meraih jabatan dan mengungkap fakta ketidak konsistenan Muhaimin Iskandar PKB, Romahurmuzi PPP, kiai Agil Siroj PB NU sebagaimana blak-blakannya Prof Mahfud MD diacara ILC tadi malam
Walaupun saya pendukung #2019GantiPresiden namun tidak mengurangi rasa ta'dhim saya pada romo KH M'ruf Amin yang maju menjadi Cawapres Jokowi, sebagai santri saya tetap husnudzon pada langkah romo KH Ma'ruf Amin yang maju pada Pilpres 2019, pasti ada maksud dan hakekat yang mungkin tidak kita ketahui, dan mungkin justru endingnya bagus untuk bangsa ini untuk perubahan yang lebih baih baik
Begitu pula jalan berliku yang dilalui oleh Cawapres Sandiaga Salahuddin Uno yang dibumbui isu mahar politik hingga ratusan milyar, dan tuduhan pada PKS dan PAN yang melunak karena uang dan bagi-bagi kursi jabatan. Serta bullyan yang diterima Prabowo, PKS, PAN dan Gerindra sebagai koalisi yang tidak konsisten mematuhi ijtima ulama GNPF yang merekomendasi pasangan Capres Cawapres harus Nasionalis Religius, tapi realitanya justru Prabowo memilih cawapres bukan ulama tapi pengusaha muda yang menurut Presiden PKS adalah representasi Santri Post Islamisme.
Melihat hiruk pikuk politik yang liar tidak mudah ditebak, lebih baik kita tetap berhusnuzon pada pasangan Jokowi - kiai Ma'ruf. dan Parabowo - Sandiaga Uno, karena boleh jadi pola pikir dan angan-angan kita masih dangkal dibanding apa yang mereka pikirkan untuk kebaikan bangsa ini.
saya teringat ketika mondok kiai berkisah tentang adanya santri yang berprofesi sebagai maling/pencuri. Al Kisah, dahulu ada seorang santri, Ia anak dari seorang penjual makanan di warung, Santri ini sangat bodoh, tetapi taatnya kepada Kiai bukan main, Ia telah bertahun-tahun mondok tetapi masih belum bisa apa-apa, Dari kecil hingga menjadi Anak muda yang tampan , ia tetap bodoh. Pak Kiainya, tidak marah dan tidak bosan terhadap santri ini, walaupun bertahun-tahun si santri tidak beranjak dari kebodohannya, ternyata, sang kiai memiliki pandangan ke depan pada si santri bodoh ini.
Dalam benak Pak Kiai ada prasangka yang amat bagus bahwa, Santri itu sekarang tidak mahir dalam ilmu pengetahuan, tetapi masih ada harapan bahwa ia akan terdidik akhlaqnya, menjadi anak yang solih, dan itu yang paling penting, sebab Rasulullah bersabda “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulya”, dalam artian bukan untuk memahirkan ummat tetapi menyempurnakan akhlaq
Bahkan Nabi-nabi dahulu yang mereka minta adalah anak yang solih, Nabi Ibrahim berdoa “Tuhan , berilah kami anak yang solih”. Jadi bukan anak yang pandai tetapi anak yang solih yakni berakhlaq mulya, itulah sebabnya , Pak Kiai sama sekali tidak resah dan tidak marah.
Namun sebagian santri yang senior itu yang ogah dan sumpek, mereka selalu mencaci maki santri yang bodoh ini. Ada salah seorang alumni pondok tersebut datang dan bercerita bahwa “Santri-santri yang telah tamat belajar di pondok sini, semuanya pintar, mereka banyak yang menjadi Kiai , Pejabat tinggi , Orang kaya ,dan sebagainya, Kalau ada santri mondok di sini tetapi sampai lama masih nggak bisa apa-apa, itu mendingan boyong saja, dari sini, sehingga tidak mencemarkan nama baik pondok pesantren ini”,
Kata-kata dari Alumni itu betul-betul mengena di hati santri bodoh tersebut, ia langsung sowan kiai dan pamit akan boyong, Pak Kiai terkejut “Loh kok mendadak , ada apa ?” Santri itu menjawab “Agar tidak merusak nama baik pondok sini pak Yai”. Pak Kiai bertanya “Kok begitu bagaimana sih critanya ?”, Santri tersebut menceritakan pembicaraan alumni tadi, Pak kiai mempertahankan agar ia jangan boyong dulu, namun santri itu sudah kuat niatnya untuk boyong.
Akhirnya Pak Kiai mengizinkan dia boyong, Pak Kiai berkata “Santri itu kadang-kadang tidak pandai baca kitab, tetapi ia mempunyai keistimewaan, Apa kestimewaannya ? Mungkin ia pandai kerja, mungkin ia punya bakat seperti orang tuanya, mungkin dapat dibanggakan kejujurannya, mungkin suka menolong , dan seterusnya. Maka saya pesankan kepadamu nak:
1. Lakukan ibadah dan tinggalkan perbuatan haram.
2. Patuhlah pada orang tua dan ikuti jejak merek.
3Jangan lupakan pondok serta nasihat gurumu,
Saya doakan kamu menjadi orang yang baik dan bahagia”,
Santri tersebut melelehkan air mata. Ia terkesan dengan kesabaran dan doa Pak Kiai. Ia kemudian berpamitan boyong . Ia cucup telapak tangan Pak Kiai sambil mencucurkan air mata. Ia mengakhiri pamitnya dengan kata-kata halus “Mohon Pengestu Pak Yai”, Pak Yai menjawab “Iya anakku, Ingat-ingat pesanku, Semoga Allah melindungimu”
Santripun mulai melangkahkan kaki menuju rumahnya. Dari langkah ke langkah ia selalu mengingat pesan Kiai, serta berharap akan pertolongan Allah.
Sesampainya ia di rumah, ibunya bertanya dengan keras “Mengapa kamu pulang ?”, Ia menjawab “Aku boyong Bu”. Ibunya bertanya “Mengapa kamu boyong ?”, Ia menjawab “Aku sudah lama mondok bu , Sudah banyak ibu dan ayah mengirim bekal untukku, tetapi aku tetap bodoh , tak bisa baca kitab”, Ibunya berkata keras “Nggak usah mikir banyaknya bekal, yang penting kamu di pondok saja , bodoh nggak apa-apa, kalo kamu di rumah, ibu tambah sumpek, sana ! Kembali ke pondok lagi !”
Anak muda itu menjawab “Saya sudah terlanjur pamit Pak Kiai Bu, Saya malu untuk kembali Bu, Beliau juga sudah memberikan pesan-pesan padaku”, Ibunya bertanya keras “Apa pesan Pak Kiai ?” Anak muda itu menjawab “Tiga hal Bu:
1. Lakukan ibadah dan tinggalkan perbuatan haram.
2. Patuhlah pada orang tua dan ikuti jejak mereka.
3. Jangan lupakan pondok serta nasihat gurumu
Ibunya kaget dan berkata “Kiai apaan itu, Kiai nggak tau keadaan orang tua”
Anak muda tersebut menangis lantaran kata-kata kasar ibunya, ibunya berani mencaci maki Pak Kiai , namun anak muda itu tak berani membantah karena ingat pasan Pak Kiai, “Patuhlah pada orang tua dan ikuti jejak mereka”,
Kemudian, ia memberanikan diri bertanya kepada ibunya “Bolehkah aku membantu ibu jual makanan ?”, Ibunya menjawab dengan kasarnya “Nggak usah , kamu nanti malah menghabiskan makanan”
Anak muda itu berkata “Kalau begitu aku akan membantu ayah Bu, tolong beritahu aku Bu, Apa pekerjaan ayah Bu ?” Ibunya menjawab dengan kasar pula “Nggak usah, Ayahmu baru saja mati di kroyok orang”
Anak muda itu bertanya “Mengapa Ayah dikroyok bu ?”, Ibunya menjawab dengan kasarnya “Nggak usah tanya”. Anak muda itu tetap bertanya berulang kali, Hingga ibunya menjawab “Dia maling dan ketahuan orang kampung, Mereka lalu mengeroyok ayahmu hingga mati”, Anak muda tersebut mengeluh dalam hati “Astaghfirullahal ‘adziiim, Jadi aku ini anak maling ?”
Anak muda tersebut lalu meninggalkan ibunya, dan termenung di kamarnya, Ia ingat pesan Pak Kiai “Patuhlah pada orang tua dan ikuti jejak mereka”. Ia berkata dalam hatinya “Aku harus belajar menjadi maling yang selamat. Aku harus pergi ke rumah orang yang ahli mencopet atau mencuri”
Ia berpamitan kepada ibunya untuk pergi, Ibunya langsung mengiyakan tanpa bertanya apa-apa. Sesampainya di rumah tukang copet , ternyata tukang copet itu amat baik hati, ia di terima dengan baik , disilahkan duduk, disuguhi minuman lalu ditanya ”Wahai Anak muda, siapa kamu ini, dan dari mana , lalu untuk apa datang ke mari ?”. Anak muda tersebut menjawab “Aku adalah anak pencuri yang meninggal dunia karna dikroyok massa, Aku datang kemari untuk belajar mencopet atau mencuri”. Tukang copet itu tertawa lebar dan menerimanya dengan penuh harapan. Anak muda ini pasti pandai mencopet sebab ada keturunan dari ayahnya,
Kemudian anak muda ini diajari cara mencopet yang bagus , dilatih lalu diuji mencopet di pasar. Ternyata ia pandai, andai dinilai maka nilainya adalah sempurna. Ia dinyatakan lulus dan dijadikan sahabat bagi tukang copet tersebut,
Anak muda tersebut selalu ingat pesan Pak Yai “Lakukan ibadah dan tinggalkan perbuatan haram”. Maka setiap selesai mencopet , ia tunjukkan hasilnya kepada gurunya, Guru copetnya tidak pernah meminta hasil dari pencopetan anak muda tersebut. Setelah laporan lalu istighfar dan ia kembalikan barang itu kepada pemiliknya, ia mohon ma’af dan bilang “Tuan nggak usah takut , Saya hanya latihan kok”,
Setelah lama ia berlatih mencopet dan selalu berhasil dengan memuaskan, Maka ia datangi rumah seorang perampok kelas kakap yang paling masyhur saat itu. Sesampainya di rumah sang berandal , ternyata perampok itu amat baik hati. Ia di terima dengan baik , disilahkan duduk, disuguhi minuman lalu ditanya ”Wahai Anak muda, Siapa kamu ini, dan dari mana , lalu untuk apa datang ke mari ?” Anak tersebut menjawab “Aku adalah anak pencuri yang meninggal dunia karena dikroyok massa, Aku datang kemari untuk belajar merampok yang selamat dari pengroyokan”, Perampok tersebut tertawa lebar dan menerimanya dengan penuh harapan, Anak muda ini pasti pandai merampok sebab ada keturunan dari ayahnya.
Kemudian ia diajari cara merampok yang bagus. Ia dilatih lalu diuji mencuri dan merampok di rumah juragan yang kaya. Ternyata ia amat pandai , andai dinilai maka nilainya adalah sempurna, Ia dinyatakan lulus dan dijadikan sahabat bagi perampok tersebut. Pemuda tersebut selalu ingat pesan Pak kiai “Lakukan ibadah dan tinggalkan perbuatan haram”. Maka setiap selesai mencuri , ia tunjukkan hasilnya kepada gurunya, Gurunya tidak pernah meminta hasil dari curiannya, Setelah laporan lalu istighfar dan ia kembalikan barang itu kepada pemiliknya, Ia mohon maaf dan bilang “Tuan nggak usah takut , Saya hanya latihan kok”,
Setelah lama ia berlatih mencuri dan merampok selalu berhasil dengan memuaskan, Maka ia berfikir dan berkata dalam benaknya “Saya harus sungguh mencuri harta atau apapun yang sebanyak-banyaknya”, Maka setiap hari ia mencari mangsa, Jika telah mendapatkan mangsa, maka ia minta izin kepada gurunya, Lalu mulai pagi ia telah mengadakan penelitian, Milik siapa rumah yang besar ini, Bagaimana keadaan pemiliknya, dan sebaginya,
Pada suatu hari, di daerah pemantauannya itu tidak ia jumpai orang yang sangat kaya, Mereka rata-rata tidak memuaskan andaikan dimasuki rumahnya, Maka pemuda tersebut pindah ke perkotaan yang amat ramai, Ternyata di sana ia menemukan rumah yang besar milik milyarder, Rumah itu amat besar , anggun dan indah, Rumah itu selalu dijaga ketat oleh satpam di saat malam maupun siang, Dindingnya kokoh banyak cendela dengan kaca riben yang amat tebal, Rumah tersebut dikelilingi oleh taman bunga dan telaga mini, Maka amat sulit untuk didekati dan sulit disentuh dindingnya,
Dalam hati anak muda itu berkata “Ini tepat jika saya masuki, Di sini pasti terdapat tumpukan harta yang tak terhitung banyaknya, Ia mulai meneliti keadaan belakang dan samping rumah serta penjaganya, Tiba-tiba ketika hampir siang banyak orang berdatangan ke rumah tersebut, Mereka adalah para faqir miskin dan anak-anak yatim, Mereka datang untuk mengambil shodaqoh yang telah rutin setiap hari Ahad,
Pemuda tersebut berfikir “Rumah ini tidak pantas aku curi hartanya, Pemiliknya sangat dermawan memikirkan faqir miskin dan anak-anak yatim”, Pemuda itu tidak jadi memasuki rumah tersebut, Ia selalu mengingat aturan pencuri yang tangguh dan berakhlaq, Pencuri yang tangguh adalah pencuri yang mempunyai perhitungan, Ia tidak boleh mencuri milik orang yang suka berderma, Ia juga selalu menjaga persyaratan mencuri, antara lain Tidak boleh merusak kaca, Tidak boleh merusak kunci, Tidak boleh merusak kehurmatan wanita, Ke mana saja ia berjalan harus sesuai dengan hari dan pasarannya, Selalu mohon restu pada gurunya,
Pemuda itu lalu pergi mencari mangsa yang pantas, Ia terus mondar mandir mencari rumah yang pantas ia masuki, Kebetulan ia menemukan sebuah rumah yang seperti istana, Bentuknya besar dan berwibawa dikelilingi halaman yang amat luas, Halaman muka , belakang , samping kanan dan kiri, Dipagar dengan besi yang amat tinggi dengan jeruji yang kokoh, Dijaga oleh satpam yang gagah-gagah berkumis tebal menakutkan,
Alangkah gembira hatinya menemukan mangsa yang empuk, Maka ia minta izin kepada gurunya, dan Gurunya memberikan izin, Sang Guru menambahkan ilmu ketangguhan dan keselamatan, “Amboi asyiknya pencurian kali ini” Gumamnya ,
Kemudian Pemuda tersebut mulai mengadakan penelitian, Setiap hari ia mencari berita tentang keadaan rumah tersebut, Kebetulan di sebelah rumah tersebut terdapat penjual makanan dan minuman dan penjualnya amat ramah,
Pemuda itu lalu singgah di warung tersebut dan minta dibuatkan kopi, Ia makan makanan ringan dan bercengkerama dengan pemilik warung itu, Ia mulai bertanya tentang keadaan rumah yang seperti istana itu, Itu milik siapa dan bagaimana keadaan orang yang memilikinya,
Pemilik warung itu menceritakan secara luas, Rumah ini milik juragan kaya berasal dari tempat yang jauh, Pemiliknya tak kenal sama sekali dengan penduduk kota ini , Rumah ini selalu tertutup pagar dan dijaga oleh satpam yang amat galak, Pemiliknya sangat kikir , tak pernah zakat apa lagi shodaqoh, Ia mempunyai anak perempuan yang amat cantik jelita, Tak seorang pun dari pemuda sini mengenalnya sebab ayahnya sangat galak, Jika putrinya berjalan bersamanya lalu berjumpa pemuda yang meliriknya, Maka ayahnya langsung menusuk pemuda tersebut dengan tongkat, Semua penduduk sini tidak ada yang berani mengganggu mereka,
Pemuda tersebut bergebira menemukan mangsa yang empuk, Pada pertengahan malam ia dengan mudah dapat masuk rumah istana itu, Ia mencari kamar khusus tempat menyimpan harta, dan ia telah menemukannya, Seluruh penjaga dan pemilik rumah itu sama sekali tidak ada yang terjaga, Ia melihat tumpukan uang yang bukan main banyaknya, Ia ingat pesan Pak Kiainya “Lakukan ibadah dan tinggalkan perbuatan haram”, Maka ia tidak berani mengambil seluruhnya, Ia menghitung berapa kira-kira yang boleh ia ambilnya, Karna kesulitan menghitung , maklum ia bukan anak yang pandai, Ia bodoh tetapi patuh memegangi nasihat Pak Kiainya, Maka kedahuluan waktu Shubuh tiba, Sang pemilik rumah bangun untuk melaksanakan sholat Subuh,
Ketika mengetahui kamar hartanya terbuka, alangkah terkejutnya, Ia masuk kamar itu, tiba-tiba menemukan pemuda menulis hitungan-hitungan, Hampir ia berteriak minta tolong, tetapi pemuda tersebut menenangkannya, Pemilik rumah itu bertanya “Siapa kamu ini ? Dari mana kamu datang ?”
Pemuda itu menjawab “Aku ini pencuri , tetapi di sini tidak jadi mencuri”, Pemilik rumah itu bertanya “Mengapa tidak jadi mencuri ?” Pemuda itu menjawab “Sebab sudah ketahuan pemiliknya”, Pemilik rumah itu bertanya “Kertas apa yang kau tulis-tulis itu ?” Pemuda itu menjawab “Perencanaan Berapa yang harus aku curi”,
Pemilik rumah itu bertanya “Kamu saya tangkap , Awas jangan lari ?” Pemuda itu menjawab “Saya patuh pak, Tetapi kami jangan dibunuh”, Pemilik rumah itu bertanya “Kamu ber agama apa ?” Pemuda itu menjawab “Saya ber agama Islam pak”, Pemilik rumah itu bertanya “Mengapa tidak sholat ?”
Pemuda itu menjawab “Sekarang saya hendak sholat pak, sudah waktu subuh”, Pemilik rumah itu bertanya “Apa yang harus kau lakukan jika mau sholat ?” Pemuda itu menjawab “Saya harus melakukan wudhu pak”, Pemilik rumah itu bertanya “Kalau begitu kamu harus wudhu sekarang ?” Pemuda itu bertanya “Iya pak , Di mana saya harus melakukan wudhu”,
Pemilik rumah itu khawatir Pencuri ini lari,Maka ia menyuruhnya wudhu di kamar khusus tamu, Pemilik rumah itu menjaganya di luar, Habis wudhu ia disilahkan masuk musholla dan dikunci dari luar, Pemilik rumah mengambil wudhu lalu datang bersama keluarga di Musholla keluarga,
Si pemilik rumah berpikir, Jika aku yang menjadi Imam, aku khawatir pemuda ini lari, Jika Pemuda ini saya suruh menjadi Imam berarti saya diimami oleh pencuri, Bagaimana ini ? Mana yang harus saya lakukan ? Maka Pemilik rumah menyuruh agar Pemuda itu menjadi Imam, Pemuda tersebut ingin tidak mau sebab malu atas kehinaan dirinya, Tetapi Pemilik rumah memaksanya untuk menjadi imam, Akhirnya Pemuda itu maju menjadi Imam, Ternyata bacaan Qur’annya amat merdu, Usai solat, ia pun duduk melakukan wirid yang panjang, Juragan dan keluarganya kagum dan mendadak ingin membagikan hartanya, Mereka bertanya-tanya , Siapakah gerangan sebenarnya Pemuda ini ?
Pemilik rumah lalu bertanya “Wahai anak muda , Siapa sebenarnya kamu ini ?” Pemuda tersebut menerangkan riwayat hidupnya serta pesan Pak Kiainya, Alangkah terkejutnya si Pemilik rumah tersebut sebab ia dahulu juga mondok, Pengasuhnya pun adalah pengasuh pemuda tersebut, Tetapi Beliau tetap memberikan hukuman kepada pemuda tersebut, Beliau mengatakan “Kamu saya hukum dengan hukuman yang berat” Pemuda itu menjawab “Saya patuh pak asal jangan dibunuh” Ia selalu ingat nasib ayahnya yang mati dalam perjalanan mencuri, Ia berangan-angan Gerangan apakah hukuman itu ?
Pemilik rumah itu berkata “Hari ini kamu harus berjalan beberapa kilo meter” Pemuda itu bertanya “Kemana pak kami harus berjalan ?” Pemilik rumah itu berkata “Kamu harus berjalan menglilingi kota ini” Pemuda itu menjawab “Saya patuh pak , asal jangan dibunuh ”,
Pemilik rumah itu berkata “Kamu masuk dulu ke kamar penyimpanan harta” Pemuda itu bertanya “Saya patuh pak , Untuk apa Saya harus ke kamar harta ?” Pemilik rumah itu berkata “Ambil harta yang hendak kamu curi tadi malam”
Pemuda itu berkata “Saya patuh pak , Subhanallah”,
Pemilik rumah itu berkata “Untuk apa kau hitung-hitung harta itu ?” Pemuda maling menjawab "Saya menghitung kewajiban zakat dari harta bapak”, Pemilik rumah itu berkata “Kalau begitu telusuri rumah-rumah orang faqir-miskin, Berikanlah harta itu kepada mereka sebagai amal wajib zakatku” Pemuda itu berkata “Saya laksanakan pak , tetapi maaf saya mohon pengantar, Pengantar tersebut bertindak sebagai saksi penerimaan zakat tersebut”,
Pemuda tersebut mulai berjalan bersama pengantarnya , menelusuri gang-gang kota, Ialu ia teruskan menelusuri rumah-rumah para faqir-miskin untuk membagi zakat, Alangkah terkejutnya para penduduk perkampungan kota tersebut,Sebagian ada yang berterima kasih dan mendoakan juragan itu dengan baik, Sebagian ada yang tersenyum sinis dan mengatakan “Sombong benar si kaya itu”,
Sesudah selesai melaksanakan pembagian zakat, pemuda tersebut kembali, Ia melaporkan pekerjaannya serta keadaan para mustahiq yang telah diberi, Pemilik rumah itu berkata dalam hatinya “Alangkah jujurnya pemuda ini”, Namun ia merahasiakan pujian tersebut dan bertindak seakan-akan tetap marah,
Pemilik rumah itu berkata “Hukuman untuk kamu belum selesai, Kamu harus menerima hukuman yang lebih berat lagi , Pemuda itu berkata “Iya pak , saya patuh asal jangan di bunuh” Pemilik rumah itu berkata “Kamu harus dihukum se umur hidup”, Pemuda itu berkata “Mohon maaf bapak , saya masih mempunyai ibu, saya harus bilang kepada ibu bahwa saya akan menjalani hukuman seumur hidup”. Pemilik rumah itu berkata “Boleh , Kalau begitu, Ajaklah ibumu ke mari” Pemuda itu menjawab “saya laksanakan pak , saya mohon pamit pulang” Pemilik rumah itu berkata “Saya izinkan , dan segeralah kembali bersama ibumu”
Sesampainya di rumah, Pemuda tersebut disambut oleh ibunya, Ibu bertanya : “Kemana saja kamu meninggalkan rumah sekian lamanya ?” Pemuda itu menceritakan bahwa ia belajar mencopet dan mencuri, Kini berakhir dengan hukuman se umur hidup, Dan ibunya harus datang ke rumah juragan yang akan menghukumnya,
Sang Ibu bernafas panjang seraya berkata “subhanallah,
Untung kamu tidak dibunuh seperti ayahmu dulu”. Dalam hati, Ibu berkata “Sampai kapan kamu menggoda ibu wahai anakku ? Tetapi ibu tetap berharap , Engkau menjadi anak yang shalih sayang”,
Seorang ibu memang tidak bisa meninggalkan kasih sayang pada anaknya, Sekeras apapun cara ia berbicara namun hatinya tetap lembut penuh kasih, Itu artinya “Cinta anak sepanjang galah , cinta ibu sepanjang jalan”, Berliau bernafas panjang seraya berkata : “Subhanallah,
Pemuda tersebut mencucurkan air mata menyesali perbuatannya, Ia iba dan kasihan kepada ibunya yang sedih karna memikirkannya,
Mereka berdua lalu segera datang ke rumah juragan kaya tersebut, Sesampainya di halaman rumah juragan kaya tersebut, Ibu dan pemuda itu disambut oleh keluarga juragan tersebut,
Alangkah kagum hati ibu ketika melihat rumah yang amat besar dan indah, Jantungnya berdebar amat keras , Ia bertanya dalam hatinya “Apakah gerangan yang akan terjadi pada anakku nanti ? Semoga ia dilindungi oleh Allah, dimaafkan seluruh dosa-dosanya”
Ketika mereka berdua telah berada di ruang tamu, Ibu dan pemuda tersebut terdiam , Tak kuasa berbicara apa-apa, Yang begejolak dalam hatinya hanyalah permohonan pertolongan Allah
Juragan itu mulai menceritakan kejadian perkara kepada ibu pemuda tersebut, Dan akhir ceritanya sampai pada keputusan bahwa “anak ibu harus menjalani hukuman se umur hidup” Tetesan air mata tak terasakan oleh Ibu yang masih sayang pada anaknya, Beliau berkata “Aku mohon juragan dapat memberi keringanan pada anak saya”
Juragan itu lalu masuk ke ruang belakang dan berunding dengan keluarganya, Beliau berkata “Pemuda ini ternyata terlahir dari ibu yang penuh kasih sayang, Aku berharap kasih sayang ibu itu menular pada hati pemuda itu, Pemuda itu amat jujur dan berakhlaq mulia , Ia juga ahli ibadah, Aku senang andai ia menjadi keluarga kita , Bagaimana pendapat kalian ?” Sang Istri menjawab “Apa yang bapak kehendaki ibu mengikuti” Putrinya dimintai pendapat, jawabannya sama dengan ibunya”, Juragan kaya itu kemudian keluar menjumpai tamunya, Beliau berkata “Wahai ibu Pemuda ini, Maksud kami menghukum anak ibu se umur hidup itu bukan hukuman penjara, Tetapi anak ibu harus menjadi keluarga kami sebagai menantu kami, tinggal di rumah ini seumur hidup, Dan bila mungkin ibu pun bertempat di rumah ini pula, Kami banyak harta dan berharap anak ibu dapat mentasarrufkannya,
Alangkah terkejut hati ibu tersebut, Ia lalu menangis tersedu-sedu , Deraian air matanya tak tertahan membasahi pipinya, Ia teringat pada mendiang ayah anaknya, Ia ingat pula pada kata-kata kasarnya kepada anaknya, Ia merasa bersalah ketika mencaci Pak Kiai yang mengasuh anaknya,
Suasana haru itu dipecahkan oleh pertanyaan juragan kaya tersebut “Bagaimana bu ? Apakah ibu merelakan anak ibu menjadi anak kami ?” Ibu pemuda itu mengangguk tanda setuju , walau tanpa kata-kata, Alhamdulillah , Itulah kalimat yang diucapkan oleh juragan kaya itu, Beliau lalu memanggil seluruh keluarganya untuk berta’aruf,
Hari pelaksanaan nikah ditentukan pula pada saat itu Setelah persiapan acara pernikahan matang, Juragan bersama pemuda tersebut sowan kepada Pak Kiai Pengasuhnya,
Di tengah perjalanan , sang juragan tersebut bercerita “Saya tidak pernah melakukan pembagian zakat karena patuh pada pesan Pak Kiai, Pak Kiaiku sama dengan Pak Kiai kamu, Ketika saya mau boyong , Beliau berpesan Jangan lakukan hal-hal yang kamu belum mengetahui cara maupun dasar-dasarnya”
Pemilik rumah itu meneruskan kata-katanya “Saya belum tau cara mengeluarkan zakat serta berapa jumlahnya, Maka saya tidak pernah melaksanakan zakat, baru kemarin itu”, Dan seterusnya nanti kamulah yang mengelola zakat tersebut,
Setibanya di rumah Pak Kiai, mereka berdua disambut gembira, Rasa kangen Pak Kiai kepada santrinya terobati pada saat itu, Juragan kaya itu lalu menyampaikan maksudnya kepada Pak Kiai, Beliau mengundangnya untuk menikahkan putrinya,
Setelah tiba waktu pelaksanaan akad nikah, Pak Kiai hadir bersama para senior santri Beliau, Maka dilaksanakan prosesi akad nikah. Subhanallah
Begitu indahnya sekenario yang di program oleh Allah,
Tiada sekat yang menghalangi pernekahan antara si kaya dan si miskin, Ibu yang sabar dan selalu berdo’a di karuniai kebahagian oleh Allah, Kebahagiaan nan tak pernah disangka dan diduga,
Tak semua perbuatan yang terlihat jelek itu berhakikat jelek pula, Bulu sapi yang putih mungkin pula ditemukan pada sapi yang berbulu hitam,
Benarlah apa yang dikatakan oleh pelantun syi’ir Arab Bahar Basith "Tidaklah semua apa yang dianggap jelek oleh manusia itu adalah buruk hakikatnya, Sesungguhnya putih itu kadang-kadang berada di tengah-tengah hitam". Alangkah benarnya apa yang dinasihatkan oleh Sang Kiai,
Walaupun melalui proses yang panjang tetapi Endingnya adalah kabenaran.
Seseorang yang telah mencapai derajat dekat kepada Allah,
Semua yang dikatakan adalah merupakan hikmah yang amat mahal,
Seorang penyair Arab melantunkan syi’ir Bahar Basith "Seseorang yang dalam hatinya terdapat pandangan bathin yang sempurna, Maka ia tak kan pernah mempunyai kesempitan yang ditakutkan selamanya, Seseorang yang dalam hatinya terdapat harapan pengampunan dari Tuhannya, Maka ia tak kan pernah mempunyai pikiran putus asa".
Allah pasti memberikan kebahagiaan kepada santri yang taat dan cinta kepada Guru, Allah pasti memberikan kebahagiaan kepada santri yang memegang teguh nasihat Kiai, Allah pasti memberikan kebahagiaan kepada seseorang yang jujur dan merendahkan diri,
Hikmahnya apa dalam konteks Capres Cawapres?
Kita dituntut untuk selalu husnuzhon pada setiap perbedaan untuk menuju sesuatu yang lebih baik. Proses menuju kebenaran kadang-kadang juga melalui ketidak benaran, Maka pandanglah akhir cerita kehidupan seseorang di dunia ini, Jangan cepat menghukumi ketika proses masih berjalan,
Jangan menghukumi romo KH Ma'ruf Amin yang seolah-olah berambisi jabatan dan kekuasaan, ingat beliau seorang ulama kharismatik. Begitu pula jangan menghukumi Prabowo yang seolah-olah tidak taat pada rekomendasi Ulama', ingat sewaktu sebelum berangkat ke KPU untuk mendaftar Capres Cawapres banyak Ulama dan Habaib GNPF Ulama yang mendoakan dan mengiringi beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar